OPINI – Tak terasa Pemilihan Umum sudah didepan mata, perhelatan akbar yang menjadi pusat perhatian Rakyat Indonesia tinggal menghitung bulan. Tak ayal, bagi bakal calon peserta Pemilhan Umum sudah mempersiapkan diri dengan berbagai kegiatan untuk mendapatkan simpati, dan meraup suara pada Pemilihan Umum Tahun 2024.
Pemilihan Umum yang biasa disebut dengan Pemilu merupakan sarana pelaksanaan Kedaulatan Rakyat untuk memilih Anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden dan untuk memilih Anggota DPRD, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hal ini termaktub dalam Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu.
Pemilu yang merupakan Pesta Demokrasi bagi sebagian orang sering dimanfaatkan untuk mendapatkan uang. Seharusnya, sarana bagi rakyat untuk memilih, menyatakan pendapat melalui suara, berpartisipasi sebagai bagian penting dari negara sehingga turut serta dalam menentukan haluan negara. Bukan malah sebaliknya, menjadi ajang untuk meraup keuntungan semata tanpa memikirkan nasib daerah, bahkan Negara demi kepentngan sesaat.
Ini berawal para elite politik berlomba untuk mendapatkan simpati masyarakat dengan cara apapun, salah satunya dengan politik uang. Politik uang memiliki potensi yang bisa merugikan negara, karena ada kecenderungan jika sudah berhasil memenangkan suara akan ada upaya untuk mengembalikan modal yang dikeluarkan sebelumnya. Hal ini dapat menjurus pada tindakan korupsi. Politik uang sangat merugikan bagi kemajuan bangsa dalam sistem demokrasi di Indonesia.
Jual beli suara pada proses politik, ini merupakan budaya yang menjadi perhatian khusus bagi Negara. Sebagian Pemilih sengaja menunggu siraman dari para calon, karena terbiasa sudah diawali diberbagai Pemilu sebelumnya. Politik Uang ini dalam Pesta Demokrasi menjadi topik yang tak ada habisnya. Karena Politik Uang ini, merupakan masalah yang sangat mendasar bahkan sudah mendarah daging di masyarakat, sehingga masyarakat berfikir tidak ada uang ya tidak ada suara yang disalurkan.
Hal yang begini sangat memprihatinkan demokrasi Indonesia, karena masyarakat Indonesia sudah terdoktrin dengan penentuan pilihan didasarkan pada pragmatisme politik, atau seberapa banyak uang yang diberikan calon kepada pemilih.
Melihat dari sering terjadinya politik uang pada setiap kali pemilu, ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, pertama kebutuhan ekonomi. Kemiskinan menjadi faktor utama dalam politik uang. Kondisi kemiskinan memaksa seseorang untuk mendapatkan uang secara cepat, bahkan Pemilu ini merupakan moment yang paling ditunggu tunggu. Politik uang ini menjadikan masyarakat untuk berebut uang, sehingga tidak memikirkan konsekuensi yang akan diterimanya jika mereka menerima suap suara.
Kedua, faktor yang mempengaruhi adalah rendahnya pengetahuan masyarakat. Tidak semua orang tahu bentuk dari politik dan dampak politik, ini akibat dari kurang nya informasi atau pendidikan politik yang diperoleh, atau bahkan masayrakat acuh dengan informasi politik.
Warga Negara Indonesia diberikan hak-hak oleh Negara Republik Indonesia. Berdasarkan hak-hak tersebut nasib bangsa dan Negara ditentukan, salah satunya melalui partisipasi aktif menggunakan hak suara. Dalam PKPU tertulis prinsip dalam Pemilu adalah mandiri; jujur; adil; kepastian hukum; tertib; terbuka; proporsional; profesional; akuntabel; efektif; dan efisiensi.
Agar tercipta pemilu yang bersih, maka sangat dibutuhkan pemahaman masyarakat akan bahaya politik uang, dimana masyarakat memiliki peran penting dalam menentukan masa depan negaranya.
Tak hanya itu, masyarakat juga tidak boleh golput (tidak memilih). Karena, akan menguntungkan bagi calon yang tidak kredible. Karena biasanya, perilaku golput dilakukan orang yang kritis yang memandang tidak ada calon yang kredibel. Padahal golput akan memberikan peluang orang yang kurang kompeten untuk memenangkan pertandingan. Gerakan golput sama bahayanya dengan politik uang. Karena itu, jangan golput dan tolak politik uang.
Sebagai masyarakat yang cerdas kita harus mampu menilai calon yang terbaik yang sekiranya mampu dan mau mendengarkan aspirasi masyarakat agar pembangunan yang akan dilakukan sesuai dengan keinginan masyarakat dan tidak memilih calon yang hanya mementingkan diri sendiri atau kelompoknya saja sehingga melupakan janji-janji yang sudah diucapkan dalam masa kampanye. Sebagai pemilik hak pemilih dalam pemilu kita jangan sampai menyia-nyiakan hak suara hanya untuk iming-iming sementara yang dalam artian kita harus memberikan suara kita kepada calon yang tepat. Karena pemimpin adalah cerminan dari rakyatnya. (**)
Penulis :
Satrian Devi | Ketua PC IKA PMII Kabupaten Bungo